Polusi di Indonesia dan Pemanasan Global
![]() |
Ilustrasi Polusi Terhadap Lingkungan (Sumber : google.com) |
Namaste, pada artikel sebelumnya kita telah sedikit belajar tentang Revolusi Industri yang terjadi di Inggris pada periode akhir abad 18 hingga 19. Banyak fakta yang mungkin kita yakini selama ini mengenai fenomena di dunia industri tersebut hanya sebatas dari pengetahuan yang kita dapatkan saat bersekolah di tingkat dasar hingga menengah. Penulis berharap dengan rilisnya artikel sebelumnya bisa membuka dan merangsang filter pembaca mengenai dampak baik dan buruknya suatu aktivitas industri di lintas sektor di dunia ini sehingga pembaca dapat dengan bijak menentukan tendensinya.
![]() |
Contoh Jenis Limbah Padat (Source : google.com) |
Pada tiap proses di industri
manapun selalu terdapat output diluar
produk berupa limbah atau yang selanjutnya kita sebut sebagai waste. Pada saat ini dunia mulai
memperhatikan dampak limbah terhadap lingkungan sekitar. Adanya desakan untuk
menjadi green company dari pemerhati
lingkungan dari berbagai negara di belahan dunia membuat para pelaku industri
berpikir dan mencari cara bersaing untuk mendapatkan citra positif di mata
konsumennya melalui green company programme
dan waste to zero project.
Adanya perhatian lebih terhadap
kondisi lingkungan sekitar dari para aktivis lingkungan karena sudah tampak
gejala-gejala ketidakseimbangan di alam ini seperti perubahan iklim dan mencairnya
es di kutub utara yang mempengaruhi tinggi air laut di dunia. Yang paling dirasakan
di Indonesia adalah terjadi peningkatan suhu dan bergesernya musim yang
mempengaruhi berbagai sektor terutama pertanian. Sebelum kita membahas waste to zero project secara mendalam,
mari sebelumnya kita pelajari dampak limbah terutama limbah berupa polusi udara
yang mempengaruhi iklim secara global.
Berdasarkan situs National Geographic, senyawa-senyawa penyebab polusi dan efek rumah kaca terdiri
dari gas metana, sulfur, nitrat, Chlorofuorocarbons
(CFC’s), karbonmonoksida (CO) dan karbondioksida (CO2). Senyawa
kimia tersebut apabila digeneralisasi dihasilkan paling banyak oleh dua sektor
besar, yaitu sektor industri dan
transportasi. Di Indonesia sendiri berdasarkan The Guardian pada tahun 2015 adalah penyumbang keenam besar dunia, namun pada 2016 menjadi penyumbang gas emisi terbesar kempat di dunia
dengan 1.62 milyar matrik ton gas Karbondioksida di udara.
Selain itu, Indonesia masih
diragukan dalam komitmennya untuk mencegah penebangan hutan secara liar yang
menjadi penyebab utama peningkatan emisi gas. Akhir tahun 2016, Menteri
Lingkungan dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya berkesempatan membacakan sambutan
pada acara COP22 yang berfokus dalam pembahasan Perjanjian Paris 2015 dan
menyampaikan bagaimana upaya yang telah dilakukan Indonesia hingga saat ini mulai
upaya represif hingga upaya administratif melalui kebijakan dan regulasi.
![]() |
Menteri Dr. Siti Nurbaya dalam COP 22 (Sumber : http://indonesiaunfccc.com/gallery/page/2/) |
Namun apa yang disampaikan oleh Menteri Siti dianggap kontradiktif dibandingkan dengan kondisi aktual di lapangan, beberapa peneliti dan ilmuwan berpendapat bahwa data selama sepuluh tahun terakhir tidak menunjukkan tingkat penurunan penebangan hutan secara liar di Indonesia. Itu menjadi kontras ketika Menteri Siti menyampaikan bahwa restorasi lahan telah dilakukan dan tingkat penebangan hutan mampu dikendalikan.
Di atas adalah sedikit gambaran
permasalahan lingkungan yang terjadi hanya di Indonesia, dimana akibat padatnya transportasi dan lemahnya regulasi Pemerintah menyangkut permasalahan
lingkungan yang berpotensi untuk menyebabkan permasalahan besar di kemudian
hari. Sampai hari itu tiba, kita tidak akan pernah tahu senyawa apa saja yang
mencemari makanan dan minuman kita, bahkan kita tidak mengetahui senyawa kimia
apa yang sedang kita hirup pada saat ini.
Secara global partikel polutan
dilepas di udara melalui proses pembakaran untuk menghasilkan energi, sebagai
output waste-nya bisa berupa zat
cair, padat, dan gas dalam bentuk asap, debu, jelaga, uap, dll. Menurut Ozden
dkk., Senyawa utama penyusun polusi udara adalah senyawa sulfur dioksida (SOx),
Nitrogen Oksida (NOx), material halus tertentu di udara/Particular Matter (PM), hingga
ozon (O3). Dampak dari masing-masing senyawa tersebut juga
bermacam-macam. Sebagai contoh, senyawa SOx dan NOx menyebabkan
wabah penyakit sesak napas dan hujan asam di daerah yang padat industri. Hujan
asam pun memiliki dampak berantai mulai dari merusak alat dan material yang
terbuat dari besi, penyakit kulit, hingga merusak pH tanah menjadi asam dan
merubah tanaman menjadi beracun apabila dikonsumsi.
![]() |
Ilustrasi Polusi Menyebabkan Global Warming (Sumber : google.com) |
Sedikit penjelasan di atas
barulah segelintir dampak dari polusi yang berasal hanya dari udara saja.
Apabila diperluas, hanya dalam lingkup udara masih banyak dampak negatif yang
terjadi berkaitan dengan ekosistem dan mengancam kelestarian flora dan fauna di
dalamnya.
Mengetahui sekilas betapa
buruknya dampak polusi yang dihasilkan dari proses industry dan transportasi,
membuat pemerhati lingkungan menuntut para pelaku industri untuk membuat sistem
di suatu industri lebih ramah dan konservatif terhadap lingkungan sekitar. PBB
dalam hal ini melalui banyak organisasinya seperti UNEP, WHO, dll. Ditambah
dengan kerjasama bilateral seperti KTT ASEAN, KTT G20, dll yang berkomitmen
untuk melakukan upaya pelestarian dan konservasi alam dengan mengurangi efek
polusi yang menyebabkan peningkatan suhu dan perubahan iklim yang terjadi
secara global.
Sebagai contoh, Jakarta merupakan
tempat terpadat di Indonesia. Sebagai ibukota negara, Jakarta memiliki dampak
buruk akibat tingginya angka kepadatan penduduknya. Dalam hal transportasi,
semua orang akan setuju bahwa Jakarta merupakan salah satu tempat dengan
intensitas macet yang tinggi di dunia. Salah satu penyebab kemacetan tinggi di Jakarta adalah tingginya volume kendaraan di jalan. Semakin banyak pengendara
kendaraan bermotor baik itu roda dua ataupun empat, maka semakin tinggi pula
polusi udara akibat gas buangnya, meskipun itu dihasilkan oleh mobil ramah
lingkungan/LCGC (Low Cost Green Car) sekaligus.
![]() |
Sindiran Berupa Graffiti di Kota Jakarta (Sumber : google.com) |
Selain itu, polusi udara di
Indonesia juga diakibatkan oleh sektor industri dan kebakaran hutan yang tinggi
di Indonesia. Kebakaran hutan yang terjadi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
alami dan buatan. Tentunya faktor alami
muncul dari gejala alam yang terjadi di musim kemarau akibat meningkatnya suhu
dan angin kemarau yang menggesek dedaunan kering di hutan yang menyebabkan
nyala api. Faktor buatan adalah upaya
sengaja membakar hutan oleh manusia akibat adanya dorongan untuk membuka lahan
baru. Dibalik pembukaan lahan baru secara ilegal tersebut pada umumnya
bertujuan untuk memburu lahan baru untuk industri perintis ataupun pemukiman
baru. Selain membakar hutan, penebangan liar juga menjadi faktor utama
berkurangnya hutan hijau di Indonesia.
![]() |
Kebakaran Hutan (Sumber : google.com) |
Pembakaran hutan yang dilakukan secara
sengaja atau tidak yang terjadi di Indonesia secara besar-besaran akan berdampak pada negara tetangga yang menerima asap tebal dan pekat hasil
pembakaran dan menyebabkan berkurangnya jarak pandang serta gangguan
pernapasan. Asap pembakaran tersebut menghasikan gas Karbondioksida terlepas ke
atmosfir dalam jumlah yang besar. Karbondioksida merupakan salah satu penyebab
dari efek rumah kaca, sehingga menyebabkan suhu saat ini meningkat akibat panas
yang terperangkap di dalam atmosfir bumi.
Nah, sedikit penjelasan di atas semoga menambah
dan membuka wawasan kita akan pentingnya udara yang bersih untuk peningkatan
taraf kulaitas hidup manusia. Semaju apapun suatu daerah akan sektor
industrinya atau se-metropolitan apapun suatu daerah apabila kualitas udara di
tempat tersebut buruk, tetap akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan di
dalamnya.
Good artikel, baru baca 3 post saja sudah tertarik untuk terus mengikuti :)
ReplyDeleteTerima kasih atas kunjungannya, silahkan di-subscribe apabila bermanfaat ya :-)
Delete